Pages

Rabu, 26 September 2012

Peristiwa-peristiwa politik dan ekonomi Indonesia Pasca pengakuan kedaulatan



1.      PROSES KEMBALINYA NKRI
      Proses Kembalinya NKRI:
-          Sejak penandatanganan KMB, Indonesia berbentuk RIS/Federal
-          RIS berpedoman pada konstitusi RIS
-          Sebagai kepala Negara RIS, Bung Karno mulai bertugas pada tanggal 28 Desember 1949 di Jakarta
-          Sistem demokrasi yang digunakan adalah liberal
-          Demokrasi liberal dan Negara federal tidak sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia
-          Di daerah muncul tuntutan pembubaran Negara bagian dan menyatakan bergabung dengan RI
-          Berdasarkan persetujuan Parlemen pada tanggal 8 Maret 1950 pemerintah RI mengeluarkan UU Darurat No. 11 tahun 1950 yang berisi tentang Tata Cara Perubahan susunan Kenegaraan RIS
-          Negara-negara bagian bergabung dengan RI, sampai dengan April 1950 tinggal 2 negara yang belum bergabung yaitu Negara Indonesia Timur dan Negara Sumatera Timur
-          Pada tanggal 3 Mei 1950 kedua Negara tersebut bergabung dengan RI
-          Tanggal 19 Mei 1950 dengan RI mengadakan perundingan dengan RIS yang berhasil merancang Konstitusi NKRI
-          14 Agustus 1950 rancangan tersebut diterima oleh Senat dan KNIP
-          15 Agustus 1950 Sukarno menandatangani konstitusi tersebut
-          Konstitusi tersebut diberi nama UUD Sementara 1950
-          17 Agustus 1950 RIS dibubarkan dan Indonesia kembali ke NKRI

2.      DEMOKRASI LIBERAL DENGAN SISEM PEMERINTAHAN PARLEMENTER

Setelah Perang Dunia ke-II, secara formal demokrasi merupakan dasar dari kebanyakan negara di dunia. Di antara semakin banyak aliran pemikiran yang menamakan dirinya sebagai demokrasi, ada dua aliran penting, yaitu demokrasi konstitusional dan kelompok yang mengatasnamakan dirinya “demokrasi” namun pada dasarnya menyandarkan dirinya pada komunisme.
Demokrasi yang dianut di Indonesia, yaitu demokrasi berdasarkan Pancasila, masih dalam taraf perkembangan. Dan mengenai sifat dan cirinya masih terdapat pelbagai tafsiran serta pandangan. Pada perkembangannya, sebelum berdasarkan pada demokrasi pancasila, Indonesia mengalami tiga periodeisasi penerapan demokrasi, yaitu:
1. Demokrasi Liberal ( 1950-1959 )
2. Demokrasi Terpimpin ( 1959-1966 )
3. Demokrasi Pancasila ( 1966-sekarang )

Masa Demokrasi Liberal ( 1950-1959 )
Pada tahun 1950, Negara Kesatuan Republik Indonesia mempergunakan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) atau juga disebut Undang-Undang Dasar 1950. Berdasarkan UUD tersebut pemerintahan yang dilakukan oleh kabinet sifatnya parlementer, artinya kabinet bertanggung jawab pada parlemen. Jatuh bangunnya suatu kabinet bergantung pada dukungan anggota parlemen.
Ciri utama masa Demokrasi Liberal adalah sering bergantinya kabinet. Hal ini disebabkan karena jumlah partai yang cukup banyak, tetapi tidak ada partai yang memiliki mayoritas mutlak. Setiap kabinet terpaksa didukung oleh sejumlah partai berdasarkan hasil usaha pembentukan partai ( kabinet formatur ). Bila dalam perjalanannya kemudian salah satu partai pendukung mengundurkan diri dari kabinet, maka kabinet akan mengalami krisis kabinet. Presiden hanya menunjuk seseorang ( umumnya ketua partai ) untuk membentuk kabinet, kemudian setelah berhasil pembentukannya, maka kabinet dilantik oleh Presiden.
Suatu kabinet dapat berfungsi bila memperoleh kepercayaan dari parlemen, dengan kata lain ia memperoleh mosi percaya. Sebaliknya, apabila ada sekelompok anggota parlemen kurang setuju ia akan mengajukan mosi tidak percaya yang dapat berakibat krisis kabinet. Selama sepuluh tahun (1950-1959) ada tujuh kabinet, sehingga rata-rata satu kabinet hanya berumur satu setengah tahun. Kabinet-kabinet pada masa Demokrasi Liberal system Parlementer adalah :
a. Kabinet Natsir (7 September 1950-21 Maret 1951)
b. Kabinet Soekiman (27 April 1951-23 Februari 1952)
c. Kabinet Wilopo (3 April 1952-3 Juni 1953)
d. Kabinet Ali Sastroamidjoyo I ( 31 Juli 1953-12 Agust  1955 )
e. Kabinet Burhanudin Harahap (12 Agust 1955-3 Maret 1956)
f. Kabinet Ali Sastroamidjoyo II (12 Maret 1956-14 Maret 1957)
g. Kabinet Djuanda ( 9 April 1957-10 Juli 1959 )
Program kabinet pada umumnya tidak dapat diselesaikan. Mosi yang diajukan untuk menjatuhkan kabinet lebih mengutamakan merebut kedudukan partai daripada menyelamatkan rakyat.

Dampak Persoalan Hubungan Pusat – Daerah:
o Tidak harmonisnya hubungan pusat - daerah
o Persaingan Ideologi
o Pergolakan Sosial-Politik

Tidak Harmonisnya Hubungan Pusat-Daerah
Pada akhir tahun 1956 beberapa panglima militer di berbagai daerah membentuk dewan-dewan yang ingin memisahkan diri dari pemerintah pusat, yakni sebagai berikut.
       a.       Pada tanggal 20 November 1956 di Padang, Sumatera Barat berdiri Dewan Banteng yang dipimpin 
            oleh Letnan Kolonel Achmad Husein.
       b.     Di Medan, Sumatera Utara berdiri Dewan Gajah yang dipimpin oleh Kolonel Simbolon.
       c.       Di Sumatera Selatan berdiri Dewan Garuda yang dipimpin oleh Kolonel Barlian.
       d.      Di Manado, Sulawesi Utara berdiri Dewan Manguni yang dipimpin oleh Kolonel Ventje Sumual
  
Gangguan Keamanan pada masa Demokrasi Liberal dan Perjuangan Terhadap Ancaman Desintegrasi Bangsa
a.     Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) di Bandung
Gerakan teror Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) pada tanggal 23 Januari 1950 di Bandung, Jawa Barat, dibawah pimpinan Kapten Raymond Westerling yang menolak pembubaran Negara Pasundan. Latar pemberontakan APRA adalah pembentukan Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS).
b.      Pemberontakan Andi Azis
Andi Aziz atau Andi Abdoel Aziz, ia terlahir dari pasangan Andi Djuanna Daeng Maliungan dan Becce Pesse. Anak tertua dari 11 bersaudara. Ia menyandang gelar pemberontak akibat perjuangannya untuk mempertahankan existensi Negara Indonesia Timur.
c.    Pemberontakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia dan Perjuangan Rakyat Semesta (PRRI/Permesta)
Gerakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) yang diproklamasikan oleh Letnan Kolonel Achmad Husein sebagai Ketua Dewan Perjuangan pada tanggal 15 Februari 1958 di Sumatera Barat dan Perjuangan Semesta (Permesta) di Sulawesi Utara yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Ventje Sumual yang semula menjabat KSAD PRRI/Permesta.
d.      Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII)
Hijrahnya pasukan Siliwangi dari wilayah Jawa Barat yang dikuasai Belanda menuju wilayah Jawa Tengah yang dikuasai RI, telah menimbulkan adanya suatu kekosongan pemerintahan RI di Jawa Barat. Kondisi inilah yang kemudian dijadikan sebuah kesempatan oleh apa yang dinamakan Gerakan DI/TII untuk mendirikan Negara Islam Indonesia. Gerakan DI/TII yang dipimpin oleh SM Kartosuwirjo ini memang merupakan suatu gerakan yang menggunakan motif-motif ideology agama sebagai dasar penggeraknya, yaitu mendirikan Negara Islam Indonesia. Adapun daerah atau tempat Gerakan DI/TII yang pertama dimulai di daerah pegunungan di Jawa Barat, yang membentang sekitar Bandung dan meluas sampai ke sebelah timur perbatasan Jawa Tengah, yang kemudian menyebar ke bagian-bagian lain di Indonesia.

3.      PEMILU I INDONESIA TAHUN 1955

Pada tanggal 29 Juli 1955, Moh. Hatta mengumumkan tiga orang formatur untuk membentuk kabinet baru. Ketiga formatur itu terdiri dari Sukiman (Masyumi), Wilopo (PNI) dan Assaat (non-partai). Pada waktu itu, Presiden sedang ke tanah suci untuk menunaikan ibadah haji.
Kabinet baru itu bertugas untuk melaksanakan hal-hal berikut:
a.       Mengembalikan kewibawaan pemerintah, yaitu mengembalikan kepercayaan angkatan darat dan masyarakat kepada pemerintah.
b.      Melaksanakan pemilihan umum menurut rencana yang sudah ditetapkan dan mempercepat terbentuknya parlemen baru.

Pemilihan Umum I berlangsung pada Masa Kabinet  Burhanuddin Harahap. Pemilihan berlangsung II tahap  yaitu :
1.      Tahap I untuk memilih Anggota Parlemen, diselenggarakan pada tanggal 29 september 1955. Lebih dari 39 juta  rakyat Indonesia memberikan suaranya di kotak-kotak suara. Hasil Pemilihan Umum I dimenangkan 4 partai, yaitu : PNI, Masyumi, NU dan PKI. Partai-partai lain menerima suara lebih kecil dari ke empat partai tersebut.
2.      Tahap II untuk memilih Anggota Konstituante, tanggal 15 Desember 1955

4.      DEKRIT PRESIDEN 5 JULI 1955 DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN

Alasan Dikeluarkannya Dekrit Presiden:
      -          Anjuran kembali pada UUD 1945 tidak memperoleh keputusan dan konstituante
      -          Konstituante tidak lagi menyelesaikan tugasnya
      -          Kemelut dalam konstituante membahayakan persatuan

 Isi Dekrit Presiden
      -          Pembubaran Konstituante
      -          Pemberlakuan kembali UUD 1945 sebagai UUD RI
      -          Pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu singkat

Akibat Dekrit Presiden 5 Juli 1959 :
1) Sisi Positif:
      -          Menyelamatkan Negara dari ancaman perpecahan dan krisis politik berkepanjangan
      -          Memberikan pedoman menggunakan UUD 1945 untuk hidup berbangsa dan bernegara
      -          Merintis pembentukan MPRS dan DPAS

2) Sisi Negatif:
      -          Memberikan kekuasaan yang besar kepada presiden, terhadap MPR maupun lembaga tinggi Negara
            lainnya
      -          Memberi peluang kalangan militer berpolitik

Masa Demokrasi Terpimpin
Dengan di keluarkan nya Dekrit Presiden 5 juli 1959 berakhirlah system pemerintahan Demokrasi Liberal dan diganti dengan system Demokrasi Terpimpin. Demokrasi Terpimpin berlaku di Indonesia antara tahun 1959-1966, yaitu dari dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 hingga Jatuhnya kekuasaan Sukarno.

Disebut Demokrasi terpimpin karena demokrasi di Indonesia saat itu mengandalkan pada kepemimpinan Presiden Sukarno.
Terpimpin pada saat pemerintahan Sukarno adalah kepemimpinan pada satu tangan saja yaitu presiden.

Tugas Demokrasi terpimpin :
Demokrasi Terpimpin harus mengembalikan keadaan politik negara yang tidak setabil sebagai warisan masa Demokrasi Parlementer/Liberal menjadi lebih mantap/stabil.
Demokrasi Terpimpin merupakan reaksi terhadap Demokrasi Parlementer/Liberal. Hal ini disebabkan karena :
Pada masa Demokrasi parlementer, kekuasaan presiden hanya terbatas sebagai kepala negara.
Sedangkan kekuasaan Pemerintah dilaksanakan oleh partai.
Dampaknya: Penataan kehidupan politik menyimpang dari tujuan awal, yaitu demokratisasi (menciptakan stabilitas politik yang demokratis) menjadi sentralisasi (pemusatan kekuasaan di tangan presiden).

Pelaksanaan masa Demokrasi Terpimpin :
Kebebasan partai dibatasi
Presiden cenderung berkuasa mutlak sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan.
Pemerintah berusaha menata kehidupan politik sesuai dengan UUD 1945.
Dibentuk lembaga-lembaga negara antara lain MPRS,DPAS, DPRGR dan Front Nasional.
 .................................................................................................................................................................
 Sekilas Info :



Tidak ada komentar: